Regulasi

Harga CPO Makin Tertekan, Perang Dagang AS-China Penyebabnya 

JAKARTA-Perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang tak menentu dan cendrung semakin panas, telah menyebabkan harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) semakin tertekan. 

Pada perdagangan hari Kamis (9/5/2019) pukul 12:30 WIB, harga CPO kontrak pengiriman Juni di bursa Malaysia Derivatives Exchange melemah hingga 0,79% ke level MYR 2.021/ton, setelah juga terkoreksi 0,15% kemarin (8/5/2019).

Kemarin, Kantor Wakil Perdagangan AS secara resmi telah mengumumkan kenaikan bea impor menjadi 25% (dari yang semula 10% bagi berbagai produk China senilai US$ 200 miliar mulai hari Jumat (10/5/2019).

Hal itu dilakukan karena China menarik komitmen pada beberapa poin kesepakatan yang pernah dibuat.

Mengutip Reuters, China disebutkan tidak lagi berkomitmen untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual, pemaksaan transfer teknologi, kebijakan persaingan bebas, akses terhadap sektor keuangan, dan manipulasi kurs. Padahal pada draf kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya (setebal 150 halaman), poin-poin tersebut sudah dimasukkan.

Hari Kamis (8/5/2019) waktu setempat, Wakil Perdana Menteri China, Liu He akan terbang ke Washington untuk melakukan upaya negosiasi lagi. Bila gagal, maka skenario perang tarif seperti yang terjadi pada tahun 2018 bisa terulang, bahakn dengan intensitas yang lebih parah.

Tentu saja ini bukan berita baik bagi pasar komoditas, termasuk CPO. Karena kalau sampai AS dan China saling hambat hubungan dagang, maka rantai pasokan global pasti akan terpengaruh.

Aliran perdagangan seluruh penjuru negeri akan melambat dan membuat aktivitas industri menjadi lesu. Pertumbuhan permintaan bahan baku pun menjadi tanda tanya besar. Bahkan boleh jadi terkontraksi bila perlambatan ekonomi sangat parah.

Lebih parah lagi, ancaman tersebut datang di saat produksi minyak sawit sedang tinggi.

Pada bulan Januari dan Februari tahun ini (2019), produksi CPO Malaysia masing-masing mencapai 1,73 dan 1,54 juta ton. Jumlah tersebut merupakan produksi bulan Januari dan Februari yang paling tinggi sejak tahun 2000.

Menurut peneliti perkebunan CIMB International, Ivy Ng, peningkatan produksi sawit disebabkan oleh cuaca yang bagus sejak dua tahun terakhir dan ekspansi perkebunan sawit di Malaysia, mengutip Reuters

Selain itu, tahun 2019 ini, pohon-pohon sawit di Malaysia yang baru diremajakan beberapa tahun lalu sudah masuk masa dewasa dan siap untuk dipanen. Pohon baru tentu saja akan menghasilkan minyak sawit yang lebih banyak.

Alhasil stok minyak sawit Malaysia diprediksi meningkat lagi tahun ini. Ekspektasi pelaku industri sawit Malaysia berada di kisaran 2,7-3,4 juta ton, mengutip Reuters, Rabu (8/5/2019).

Sebagai informasi, sepanjang tahun 2018 stok minyak sawit Malaysia mengalami peningkatan akibat produksi yang membludak. Per akhir 2018, posisi stok minyak sawit Malaysia mencapai 3,21 juta ton atau tertinggi dalam 19 tahun. Itulah yang menyebabkan harga CPO anjlok hingga 16% sepanjang tahun 2018.

Bila kejadian tersebut terulang lagi, maka harga CPO akan berada dalam tekanan yang kuat.(rdh/cnbc)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar